Home » » Sumpah Pemuda, Mencetuskan Kembali Nasionalisme Yang Hilang

Sumpah Pemuda, Mencetuskan Kembali Nasionalisme Yang Hilang

Sumpah Pemuda, Mencetuskan Kembali Nasionalisme Yang Hilang



Sumpah pemuda merupakan persitiwa sejarah dan bersejarah dalam proses perjuangan meraih kemerdekaan bangsa dan negara dari cengkeraman campur tangan bangsa lain. Frase sumpah pemuda tidak lain yang dimaksud adalah ikrar kongres pemuda yang diselenggarakan selama dua hari, tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta).


Semangat sumpah pemuda yang dilakukan pada tahun 1928 itu salah satunya ialah mempersatukan seluruh organisasi atau perkumpulan pemuda di seluruh negeri (Nusantara yang sekarang disebut Indonesia) diantaranya organisasi pemuda Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamiten Bond dan lainnya untuk menyatukan visi dan semangat agar bisa mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Jadi zaman dahulu pemuda-pemuda di daerah sudah memiliki rasa bangga membela harkat dan martabat kebangsaannya, yaitu bangsa Java, bangsa Ambon, bangsa Batak, bangsa Sumatra dan bangsa lainnya (disini admin menyebut suku yang dipahami oleh masyrakat umum dengan kata bangsa, karena "suku" yang tersebar di wilayah Nusantara/ Indonesia sudah mencukupi untuk disebut sebagai bangsa).

Tetapi kalau pemuda-pemuda ini hanya bangga membela bangsanya sendiri, bangsa java membela sesama bangsa java, bangsa batak, membela bangsa batak sendiri dan seterusnya, maka yang terjadi adalah para penjajah bisa dengan mudah mematahkan semangat juang para pemuda dan menghancurkan bangsanya. Politik atau cara yang dilakukan oleh penjajah untuk menghancurkan bangsa kita adalah devide et impera atau politik pecah belah. Penjajah mengadu domba bangsa satu dengan bangsa lainnya, bangsa java di adu domba dengan bangsa batak, bangsa batak dengan bangsa ambon dan seterusnya. Hingga timbullah perpecahan diantara pemuda bangsa kita. Inilah yang dilihat oleh para pahlawan yang menggagas adanya kongres pemuda. Mereka mengerti dan paham bahwasanya untuk berjuang mewujudkan kemerdekaan Nusantara yang memiliki wilayah yang sangat luas ini dibutuhkan kesatuan visi dan misi diantara seluruh pemuda. Maka diadakanlah kongres pemuda itu yang puncaknya terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928.

Kesatuan visi ini bisa dilihat dari isi sumpah pemuda 28 Oktober 1928, yaitu kami poetra dan poetri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia. Dari ketiga isi sumpah pemuda ini, seluruh pemuda bangsa-bangsa di seluruh Nusantara merelakan diri dan bangsanya untuk bersatu menyebut diri dan bangsanya dengan nama bangsa Indonesia, bersatu menyebut tanahnya tanah Indonesia, bersatu menyebut bahasa persatuannya bahasa Indonesia.

Maka sudah sepatutnyalah bangsa yang bernama bangsa Indonesia mengucapkan terimakasih kepada seluruh pemuda yang dulu bernama bangsa Java, bangsa Ambon, bangsa Batak, bangsa Sumatranen Bond dan bangsa lainnya, karena mereka sudah berbesar hati dan lapang dada untuk menyatukan semangat untuk mewujudkan nilai kemerdekaan yang lebih besar, yaitu kemerdekaan Indonesia.

Tetapi apa yang terjadi sekarang? Apa yang kita lihat dan kita saksikan perlakuan bangsa Indonesia kepada bangsa yang dahulu merelakan dirinya untuk disebut bangsa Indonesia? Ya, kita menyaksikan perlakuan yang tidak sepantasnya dari pihak yang dulu ditolong kepada pihak yang menolong. Kini bangsa java, batak, ambon, sumatra, dan bangsa lainnya direndahkan derajatnya dengan disebut dan distempel dengan nama suku dan daerah. Dulu yang derajatnya bangga sebagai bangsa java, bangsa ambon, bangsa batak, kini mereka setengah hati untuk menyebut tempat asal mereka. Contohnya ketika kita menyanyikan lagu tempat asal kita, kita menyebut berasal dari daerah jawa, batak, ambon dan sebaginya. Ketika ada yang bertanya lagu Apuse, kita menjawab itu berasal dari daerah Papua.

Penyebutan nama yang mengalami degradasi makna dan nilai sudah menimbulkan degradasi nilai dan sikap kita. Penyebutan nama bangsa menjadi suku atau daerah kini menciptakan rasa minder akan daerah asal kita. Kita merasa inferior, tidak berdaya untuk mempertahankan rasa bangga dan cinta kepada tempat asal kita, apalagi media-media pemberitaan naional kita tetap menyebut bangsa dengan suku, tanah wilayah dengan daerah, sehingga tambah malu saja untuk menampilkan kekhasan dari asal muasal kita, mulai dari bahasa, busana, serta nilai dan kearifannya.

Memang masih ada yang cinta dan bangga untuk tetap menggunakan bahasa, busana, nilai dan kearifan tempat asalnya, tetapi jumlahnya sangat sedikit sekali. Admin sendiri belum tahu pasti berapa persen dari jumlah penduduk di negeri ini karena memang belum ada penelitian yang meneliti hal ini. Mereka yang masih bangga dan setia memakai identitas asalnya tetap tidak mendapat tempat di negeri ini. Kita lihat di televisi, sinetron-sinetron yang ada selalu dan terus saja menggambarkan bangsa java sebagai pembantu. Tidak pernah ada gambaran bahwa bangsa jawa itu sebagai tuan rumah yang sah di tempat asalnya sendiri. Sungguh ironis sekali.

Oleh karenanya di saat moment sumpah pemuda ini, tanggal 28 Oktober 2015 sudah selayaknya kita memeplajari ulang sejarah kita, jangan muluk-muluk untuk mempelajari semua peristiwa sejarah, cukup dimulai dari peristiwa sejarah sumpah pemuda ini. Pemuda yang dulu bangga menyebut dirinya dengan nama Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, dan Jong lainnya, mesti menggaungkan kembali semnangat itu. Harus bangga dengan tempat asalnya. Wajib menghidupkan kembali nilai-nilai dan kearifan budayanya. Karena kita ditakdirkan oleh Tuhan di tempat asal kita, bisa jawa, sunda, batak, ambon, sumatra, sulawesi, dan sebagainya.

Maka dari itu bertetapatan dengan momen sumpah pemuda ini, kita bisa menyadari kembali semangat yang terkandung di dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928, merumusukan kembali makna nasionalisme, menggaungkan kembali semangat pemuda yang berdikari, menggalakan rasa cinta dan bangga akan tempat asal muasal kita, dan memakai kembali mutiara yanghilang dan terpendam yaitu nilai-nilai dan kearifan-kearifan budaya kita sendiri. Sehingga kita bisa mencetuskan kembali sumpah pemuda yang suci dan sejati. Pemuda zaman dahulu saja bisa mencetuskan sumpah pemuda 28 Oktober 1928, masa pemuda zaman sekarang tidak berani mencetuskan sumpah yang lebih suci dan sejati.




0 komentar:

Post a Comment

Sugeng Rawuh Poro Sedulur

Terima Kasih Sudah Meluangkan Sedikit Waktu Anda untuk Mengunjungi Blog Ini

Popular Posts

Powered by Blogger.