Akhlak dalam Kehidupan Modern (Pentingkah?)
Hidup di zaman modern seperti sekarang masih penting dan
relevankah menggunakan akhlak dan hati nurani? Ditengah kepungan kehidupan
sehari-hari yang penuh dengan persaingan, kecurangan, keserakahan, saling
menjatuhkan, dan seabrek aroma ajang perebutan kekuasaan individu atas individu
lain, kelompok satu atas kelompok yang lain, golongan ini atas golongan
diluarnya, masih adakah yang tetap bertahan menggunakan akhlak al-karimah
(akhlak yang terpuji) dalam mengarungi kehidupan ini.
Lumrah kita saksikan peristiwa dan fenomena bentuk
persaingan ini. Mulai dari sesama anggota keluarga, antar teman dan kawan,
hingga sesama pemimpin di tingkat pemerintahan atas dan bawah. Saling menjegal
satu sama lain. Saling menonjolkan diri untuk menampilkan bahwa dirinya lebih
pintar, lebih benar atas orang lain. Sudah tak ada lagi jalan tengah bagaimana win-win
solution diterapkan dalam praktek sehari-hari.
Bukankah sudah kita dengar dan kita baca bagaimana akhlak
yang baik yang dicontohkan oleh para nabi, rosul, awliya, dan tokoh lainnya
yang masih membumikan perilaku terpuji. Ketika ada masalah yang terjadi
diantara mereka, bukan egoisme yang muncul tetapi kerendahan hati yang
ditampilkan. Contohnya ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdakwah, beliau dicaci
maki, dihina, diancam bahkan hingga dilempari kotoran binatang oleh orang-orang
kafir. Apakah Nabi Muhammad SAW membalas perlakuan kaum kafir itu dengan
perlakuan yang setimpal?
Dari kisah sejarah sirah nabawiyah, diketahui bahwasanya Rasulullah
tidak membalas ulang perlakuan kaum kafir. Malah beliau mendo’akan semoga Allah
memberikan hidayah kepada mereka, dengan untaian do’a yang sangat indah yaitu
“Ya, Allah berikanlah hidayah kepada umatku, sesungguhnya mereka tidak
mengetahui (akibat perbuatan mereka)“. Itulah contoh yang diwariskan oleh Nabi
Muhammad kepada umatnya dalam menghadapi perlakuan yang tidak semestinya dari
sesama.
Kembali kepada urgensi menerapkan akhlak dikehidupan
sekarang ini. Masih adakah kita jumpai di kehidupan sehari-hari, mulai dari
lingkungan sekitar, hingga ke dunia luas yang dapat disaksikan melalui media
massa, tentang indahnya menerapkan akhlak yang terpuji itu. Malah yang sering
kita saksikan adalah tindakan dan perbuatan pelampiasan nafsu, keserakahan,
mengumbar syahwat, eksistensi diri, dan egosentrisme.
Korupsi pejabat setiap hari kita saksikan beritanya.
Meski tiap hari juga KPK menangkap oknum pejabat yang korupsi, namun seakan
tindakan korupsi itu malah semakin tumbuh dan menjalar. Bagai pepatah yang
mengatakan mati satu tumbuh seribu. Satu kasus korupsi disidang, malah semakin
banyak kasus korupsi lainnya yang terjadi. Saat persidangan kasus korupsi
daging sapi yang melibatkan oknum pejabat A, ditemukan bukti baru tentang
tindakan pencucian uang dalam bidang pembebasan lahan yang dilakukan oleh oknum
pejabat A ini. Itulah yang dihadapi saat ini. Sungguh mengerikan.
Itu baru satu persidangan kasus korupsi. Bagaimana dengan
persidangan kasus lain. Semakin membuat kepala pusing karena otak sudah overload,
kelebihan kapasitas memori -yang sesungguhnya tidak mereka perlukan- sehingga tidak
mampu mengolah secara jernih sesungguhnya apa yang sedang terjadi sekarang ini.
Tak heran semakin hari masyarakat semakin resah. Hawa
panas musim kemarau semakin menambah panasnya hati dan jiwa manusia modern.
Hembusan keindahan materi menumpulkan akal sehat. Bisikan kenikmatan harta
benda membutakan hati nurani. Dunia yang megah dan penuh hiasan menjadi impian mayoritas
manusia saat ini. Hati mereka terus dikipas-kipasi oleh nafsu untuk memiliki
materi. Dibenak mereka jika memiliki dan mempunyai harta benda dunia yang mewah,
materi yang melimpah, dan segala fasilitas kehidupan yang megah maka kenikmatan
dan kebahagiaan akan mereka dapatkan.
Menghalalkan segala macam cara menjadi pedoman yang harus
dilaksanakan. Jika mereka tidak melakukannya, maka orang lainlah yang akan
mendapatkan. Sehingga saling sikut menjadi langkah selanjutnya untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Tak sadar bahwasanya apa yang ia inginkan
terkadang hakekatnya bukanlah sesuatu yang ia butuhkan. Namun karena akal
sehat, hati nurani, kejernihan jiwa sudah tertutupi, memang seperti itulah yang
semestinya terjadi. Kebahagiaan lahir lebih mereka utamakan daripada
kebahagiaan batin.
Lalu apakah yang didapatkan oleh manusia-manusia yang
masih mengaplikasikan akhlak warisan para nabi?. Masih pentingkah menggunakan
akhlak sebagai perisai tingkah laku kita sehari-hari?. Bukankah sudah kita
ketahui orang yang jujur dalam kehidupan modern ini tidak mendapatkan apa-apa. Hidup
dalam keadaan pas-pasan. Berbanding terbalik dengan orang yang curang. Hidup penuh
dengan gelimang harta, kemewahan, dan berbagai perhiasan dunia. Bagi yang
mengejar kebahagiaan dan keselamatan fisik silahkan saja berbuat semaumu,
tetapi bagi yang masih mendambakan kebahagiaan dan keselamatan batin tetaplah
berjuang untuk menetapi jalan yang telah Tuhan ajarkan.
Semoga Bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment